Translate

Jumat, 22 April 2011

Belajar tentang hidup dari Bis Kota

Udah beberapa bulan ini, karena kuliah di salemba, gue jadi tinggal di rumah sodara gw di fatmawati. Masih jauh sih emang dari kampus, tapi at least ga sejauh depok-salemba :)

Cukup setengah naik bis pukul setengah tujuh pagi ke bawah, dan sejam sampe sejam setengah untuk balik ke rumah.

Keseharian gw pun kini sangat erat sama eksistensi bis kota, kalo pagi, gw biasa naik 76 (sejenis patas ac jurusan ciputat-senen yang datengnya jarang banget, kadang dua puluh menit sekali yang membuat gue serasa menanti jodoh di halte :P) dan kalo pulang gw prefer naik busway trus disambung naik metromini 610. Kadang-kadang juga kalo lagi males berdiri lama di busway, gw memilih naik bis metromini omprengan dari kampus ke Blok M: bis 67 jurusan Blok M-Senen pp yang bisa membawa lo menyusuri rute sejauh itu hanya dengan dua ribu perak.




Dan sesuai sama harganya, pelayanan di dalemnya pun juga ‘ekonomis’; kadang berada didalemnya juga memeras kesabaran ekstra dan membuat lo nyaris hipoksia, apalagi di jam-jam pulang kantor dimana suasana dalam bis bisa mendadak berubah jadi ‘pepesan’ karena overload sama penumpang. Belom lagi konon sang bis menjanjikan bonus tamu istimewa: maling aka copet aka jambret yang mewajibkan lo siaga 12 dalam bis. Walopun begitu, syukur alhamdulillah gue ga pernah jadi korban aksi mereka :)

Terlepas dari semua ketidaknyamanan yang gw rasa, alhamdulillah, gue merasa bisa belajar banyak tentang kehidupan di dalam bis kota. Bis kota, menurut gue adalah gambaran ideal masyarakat Indonesia; masayarakat dengan ekonomi terbatas dengan segala dinamikanya. Gue bersyukur karena ternyata dibalik segala keterbatasan yang dipunyainya, gw bisa ngerasain kemewahan belajar tentang kehidupan di bis kota. Bis kota membuat gw sadar bahwa gue, penumpang yang duduk di sebelah gw, pengemis, pengamen, pedagang, dan siapapun aktor kehidupan di bis itu adalah sama: sama-sama ciptaan Tuhan. Hanya takdir Tuhanlah yang ngebedain jalan hidup masing-masing, dan fakta itu membuat gw bersyukur bahwa gw ditakdirkan Tuhan untuk menjadi gw, dengan segala kehidupan gw, dan kesempatan gw berkuliah di altar pendidikan dambaan semua insan intelektual negeri ini. Alhamdulillah gue ditakdirkan menjadi gue yang seperti ini, seperti sekarang, alhamdulillah gw tidak ditakdirkan jadi pekerja jalanan yang bekerja kelas banting tulang demi segenggam uang receh dan sesuap nasi. Alhamdulillah.


Ga cuma itu, pelajaran lain yang bisa kita dapet dari bis kota adalah belajar untuk mengalah. Silakan mencoba untuk bangkit dari tempat duduk ketika ada nenek-nenek, kakek-kakek, atau ibu-ibu yang baru masuk dan ga dapet jatah kursi. Tepuklah pundaknya pelan, dan tawarkan tempat duduk lo. Dijamin senyuman membahagiakan dan bisikan ‘terima kasih’ dari mereka yang bakal kita dapet membuat lo ngerasa worthed untuk berdiri selama perjalanan.

Ada lagi pelajaran yang bisa kita dapet di perjalanan, yaitu penghargaan buat para pekerja jalanan. Mengutip kata kodok, temen seMove Maker gw: jalanan adalah dunia kerja bebas, lintas profesi, tanpa pensiun, tanpa PHK, tanpa perlu kualifikasi gelar yang fana. Semua orang bisa mencari penghidupannya di jalan.
Satu hal yang menarik perhatian gue adalah mereka para musisi jalanan. Setelah sekian lama mengamati pengamen2 yang biasa gw temui di bis kota, gw pun mengklasifikasikan mereka ke tiga golongan:

1) pengamen yang (sorry to say) ‘nyeremin’
Mereka adalah pengamen2 yang dandanan dan gaya pakaiannnya metal2 rocker dengan tindik sana-sini, pakaian hitam2 ketat, rambut dicat seadanya, dan lain-lain. Lagu2 yang mereka bawain pun liriknya selalu emo, berbau kritikan pedas, bahkan dengan lirik2 yang jelas2 mengandung umpatan2 kasar. Pernah juga gw ketemu sama golongan pengamen ini yang bawa2 silet segala dan nunjukinketajaman silet itu buat nakutin penumpang, hiiy, kadang2 gw sampe bergidik sendiri ngeliatnya.

2) pengamen semi-niat
Pengamen golongan ini sepertinya lebih berniat dan berdedikasi daripada yang pertama. Dandanan mereka lebih rapi, lagu2 yang dibawakan selalu pop yang tren masa kini dengan alat musik yang umumnya gitar. Tapi sayang, yang golongan ini biasanya masih kurang terasah skillnya, jadi kurang gereget di telinga para pendengar (kalo gamau dibilang fals, hehe)

3) pengamen yang bisa bikin perjalanan lo bahagia!!
Pengamen seperti inilah yang selalu gw tunggu2 tiap kali naik bis kota! Dengan suara indah nan merdu bak artis2 ibukota, alat musik yang niat, mulai dari gitar, perkusi, biola sampe harmonika, mereka menghibur perjalanan para hadirin dalam bis dengan keahlian mereka. Lagu2 yang mereka bawakan pun beragam, mulai dari pop masa kini, sampe nostalgia. Keberadaan mereka pastinya akan membuat lo bahagia, terutama kalo lagu yang mereka bawakan dengan ciamiknya punya makna sendiri dalam kehidupan lo, dijamin bakal mendongkrak mood lo seharian. Pengamen2 seperti inilah yang membuat lo selalu tergerak untuk merogoh kantong dan mengeluarkan selembar ribuan :)

Anyway, apapun jenis pengamennya, hargailah mereka. Bayangin deh capeknya kayak apa seharian naik turun bis, berdiri dan bernyanyi dengan penghasilan seprintilan uang? Kalo kita punya rejeki, ga ada salahnya juga kan bagi2 rejeki ke mereka. Gue bahkan pernah ketemu sama seorang pengamen yang ‘ngambek’ karena merasa ga dihargai, karena ga ada yang ngasih dia uang, akhirnya malah dia bagi2 receh deh ke semua penumpang dalam bis sambil bilang: pengamen juga bisa amal!


See?


Lesson today: Kalo mau tau gambaran umum tentang masyarakat Indonesia, naiklah dan rasakan bis kota kelas ekonomi!

Tidak ada komentar: